Oleh: Bidang Riset dan Kajian Strategis HMPS Statistika FMIPA UNM Tahun 2023
- Pendahuluan
Dalam perkembangan dunia saat ini, masalah pangan telah menjadi sebuah isu menarik yang terus di bahas. Hal ini terjadi karena pangan merupakan kebutuhan primer bagi jutaan jiwa penduduk yang ada di dunia, sebab dari asupan panganlah mereka mampu mempertahankan hidup. Semakin bertambahnya populasi penduduk dunia maka kebutuhan akan pangan juga semakin meningkat. Maka tidak heran, persoalan pangan mencuat menjadi isu global yang harus dicarikan solusinya. Terlebih ketika pangan telah mengalami ancaman berupa krisis pangan yang telah menjalar ke beberapa Negara khususnya bagi Negara berkembang termasuk Indonesia (Mudrieq, 2013). Undang-Undang Pangan No.7 Tahun 1996 menyatakan kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan secara cukup, baik dari jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau.
Berdasarkan proyeksi Food and Agriculture Organization (FAO), ada 702-828 juta jiwa penduduk di seluruh dunia yang terancam kelaparan pada tahun 2021 (Databoks, 2022). Bahkan, menurut UN Population Fund (2000) memprediksi pada tahun 2050, akan ada tambahan sekitar 2,32 milyar jiwa yang tersebar di seluruh dunia yang harus dipenuhi kebutuhan pangannya di bawah tekanan ancaman perubahan iklim yang semakin berat (Humas UGM, 2011; Mudrieq, 2013). Jumlah ini bukannya berkurang melainkan terus meningkat dari tahun ke tahun. Sementara lahan untuk kebutuhan pangan yang ada bukannya bertambah melainkan semakin berkurang karena terus digarap untuk dijadikan infrastruktur baik perumahan maupun industri kedepannya. Selain itu, untuk mendapatkan hasil pangan yang lebih baik juga harus memperhatikan kualitas tanah, sedangkan beberapa lahan yang ada khususnya di Indonesia mengalami degradasi lahan sehingga menurunkan produktifitas pangan.
Dalam laporannya, Food and Agriculture Organization (FAO) pada tahun 2021 menyatakan bahwa nilai pangan global menyentuh level tertinggi dalam satu dekade. Kenaikan harga pangan mencapai lebih dari 30 persen. Pemicunya adalah kenaikan harga sereal dan minyak nabati. Ukuran harga sereal naik lebih dari 22% jika dibandingkan dengan 2020. Gandum naik hampir 40% dalam 12 bulan terakhir, setelah eksportir utama, seperti Kanada, Rusia, dan Amerika Serikat, memiliki hasil panen yang buruk (Kompas.com, 2021). Peranan sektor pertanian di Indonesia sangat penting dilihat dari keharusannya memenuhi kebutuhan pangan penduduk yang pada tahun 2005 berjumlah 219,3 juta, dan diprediksikan terus bertambah sebesar 1,25 persen (Nainggolan, 2006).
Ketahanan pangan sangat penting karena merupakan kunci pembangunan ekonomi nasional dan merupakan kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi. Namun dalam pembangunan Indonesia, ketahanan pangan masih menjadi masalah yang menjadi tugas pokok pemerintah Indonesia untuk memenuhi ketahanan pangan. Riset ini selanjutnya akan membahas mengenai perkembangan pangan di Indonesia dan apa yang harus dilakukan untuk menghadapi krisis pangan khususnya bagi Indonesia sebagai Negara berkembang.
2. Pembahasan
Data yang digunakan dalam riset ini adalah data sekunder yang berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia. Variabel yang digunakan dalam riset ini adalah data luas panen pangan yaitu luas panen padi, jagung, dan kedelai.
Nama Variabel | Skala |
Luas Panen Padi | Kontinu |
Luas Panen Jagung | Kontinu |
Luas Panen Kedelai | Kontinu |
a. Luas Panen Padi
Gambar 1. Pergerakan Luas Panen Padi Tahun 1993-2015 |
Gambar diatas menunjukkan data luas panen padi pada tahun 1993-2015 yang mengalami fluktuasi. Pada tahun 2015 luas panen padi mencapai 75.397.841 Ton, untuk melihat kenaikan atau penurunan pada sepuluh tahun kedepan maka digunakan pemodelan series ARIMA.
Hasil yang diperoleh dari data non musiman yang digunakan adalah model ARIMA ( ARIMA non-musiman) dengan model terbaik adalah ARIMA (2,2,2) dan (2,2,0). Berikut penjelasannya :
- Estimasi Parameter
Model | Parameter | Coefficients | AIC |
ARIMA (2,2,2) | ar1 | -0.1880 | – 482.78 |
ar2 | -0.6343 | ||
ma1 | -0.6450 | ||
ma2 | 0.0048 | ||
ARIMA (2,2,0) | ar1 | -0.4918 | – 482.95 |
ar2 | -0.7282 |
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa terdapat dua model yang terbentuk dan model terbaik adalah yang memiliki nilai AIC lebih kecil yaitu pada model ARIMA (2,2,2) dengan nilai AIC sebesar -482.78.
- Pengecekan Diagnostik
Model | Jenis diagnostik | Nilai | P-value | Keterangan |
ARIMA (2,2,2) | Signifikansi parameter | ar1 | 0.591724 | Tidak terpenuhi |
ar2 | 0.004312 | |||
ma1 | 0.106492 | |||
ma2 | 0.990363 | |||
Residual white noise | 0.045786 | 0.8306 | Terpenuhi | |
Residual normal | 0.11819 | 0.554 | Terpenuhi | |
ARIMA (2,2,0) | Signifikansi parameter | ar1 | 0.01198 | Terpenuhi |
ar2 | 1.412e-05 | |||
Residual white noise | 1.0565 | 0.304 | Terpenuhi | |
Residual normal | 0.36547 | 0.4058 | Terpenuhi |
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pada model ARIMA (2,2,2) tidak memenuhi signifikansi parameter sehingga model ini tidak dapat digunakan untuk forecasting. Sementara itu, pada model ARIMA (2,2,0) adalah model terbaik karena semua asumsi yang digunakan terpernuhi.
- Peramalan dengan Model Terbaik
Periode waktu | Nilai Ramalan Luas Panen Padi (Ton) |
2016 | 76644751 |
2017 | 78490233 |
2018 | 80335714 |
2019 | 82181196 |
2020 | 84026677 |
2021 | 85872159 |
2022 | 87717640 |
2023 | 89563122 |
2024 | 91408603 |
2025 | 93254085 |
- Plot hasil peramalan
Gambar 2. Hasil Ramalan Luas Panen Beras 2015-2025
Dapat dilihat bahwa luas panen Padi yang mengalami kenaikan untuk sepuluh tahun kedepan cenderung meningkat yakni pada tahun 2023 diperkirakan luas panen padi mencapai 89.563.122 Ton.
b. Luas Panen Jagung
Gambar 3. Pergerakan Luas Panen Jagung Tahun 1993-2015
Gambar diatas menunjukkan data luas panen jagung dari Tahun 1993-2015 yang sama dengan padi, masih mengalami fluktuasi. Pada tahun 2015 luas panen padi mencapai 19.612.435 Ton, untuk melihat kenaikan atau penurunan pada sepuluh tahun kedepan maka digunakan pemodelan series ARIMA.
Hasil yang diperoleh dari data non musiman yang digunakan adalah model ARIMA ( ARIMA non-musiman) dengan model ARIMA (3,2,1). Berikut penjelasannya :
- Estimasi Parameter
Model | Parameter | Coefficients | AIC |
ARIMA (3,2,1) | ar1 | -1.4213 | 597.65 |
ar2 | -1.1042 | ||
ar3 | -0.5302 | ||
ma1 | -1.0000 |
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa model yang didapatkan adalah model ARIMA (3,2,1) dengan nilai AIC sebesar 597.65.
- Pengecekan Diagnostik
Model | Jenis diagnostik | Nilai | P-value | Keterangan |
ARIMA (3,2,1) | Signifikansi parameter | ar1 | 4.409e-13 | Terpenuhi |
ar2 | 0.000136 | |||
ar3 | 0.011929 | |||
ma1 | 2.233e-09 | |||
Residual white noise | 2.8011 | 0.0942 | Terpenuhi | |
Residual normal | 0.92849 | 0.1289 | Terpenuhi |
Model ARIMA (3,2,1) adalah model yang digunakan untuk melakukan forecasting karena semua pengecekan diagnostik yang dilakukan semuanya terpenuhi.
- Hasil Peramalan
Periode waktu | Nilai Ramalan Luas Panen Jagung (Ton) |
2016 | 21116273 |
2017 | 20495234 |
2018 | 21843799 |
2019 | 22262076 |
2020 | 22954405 |
2021 | 23240139 |
2022 | 24294413 |
2023 | 24559994 |
2024 | 25313534 |
2025 | 25836906 |
- Plot Hasil Peramalan
Gambar 4. Hasil Ramalan Luas Panen Jagung Tahun 2015-2025
Dapat dilihat bahwa luas panen jagung di tahun yang akan mendatang akan mengalami kenaikan yakni pada tahun 2023 diperkirakan luas panen padi mencapai 24.559.994 Ton.
c. Luas Panen Kedelai
Gambar 5. Pergerakan Luas Panen Kedelai Tahun 1993-2015
Gambar diatas menunjukkan data luas panen kedelai yang jika dilihat dari Tahun 1999-2003 mengalami penurunan yang signifikan. Dari data terkahir pada tahun 2014-2015 bahkan mengalami penurunan sekitar 0,26% dari tahun sebelumnya. Untuk melihat kenaikan atau penurunan pada sepuluh tahun kedepan maka digunakan pemodelan series ARIMA.
Hasil yang diperoleh dari data non musiman yang digunakan adalah model ARIMA ( ARIMA non-musiman) dengan model ARIMA (2,2,1). Berikut penjelasannya
- Estimasi Parameter
Model | Parameter | Coefficients | AIC |
ARIMA (2,2,1) | ar1 | -1.0207 | 528.02 |
ar2 | 0.5518 | ||
ma1 | -1.0000 |
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa model yang didapatkan adalah model ARIMA (2,2,1) dengan nilai AIC sebesar 528.02
- Pengecekan Diagnostik
Model | Jenis diagnostik | Nilai | P-value | Keterangan |
ARIMA (2,2,1) | Signifikansi parameter | ar1 | 1.141e-06 | Terpenuhi |
ar2 | 0.01043 | |||
ma1 | 1.260e-10 | |||
Residual white noise | 0.94631 | 0.3307 | Terpenuhi | |
Residual normal | 0.97051 | 0.7657 | Terpenuhi |
Model ARIMA (2,2,1) adalah model yang digunakan untuk melakukan forecasting karena semua pengecekan diagnostik yang dilakukan semuanya terpenuhi.
- Hasil Peramalan
Periode waktu | Nilai Ramalan Luas Panen Kedelai (Ton) |
2016 | 448019.21 |
2017 | 486520.92 |
2018 | 406973.47 |
2019 | 335031.95 |
2020 | 320467.67 |
2021 | 243140.92S |
2022 | 198215.05 |
2023 | 154850.27 |
2024 | 92012.94 |
2025 | 48189.99 |
- Plot Hasil Peramalan
Gambar 6. Hasil Ramalan Luas Panen kedelai Tahun 2015-2025
Dari hasil peramalan selama sepuluh tahun kedepan didapatkan jumlah luas panen kedelai terus mengalami penurunan secara signifikan. Pada Tahun 2025 mendatang diperkirakan luas panen kedelai hanya mencapai 4.818.999 Ton ini berarti luas panen kedelai turun sebesar 97% dari tahun 1993. Sementara pada tahun ini, diperkirakan total luas panen kedelai sebesar 15.485.027 Ton yang artinya turun sebesar 22% dari Tahun 2022.
Analisis Cluster Daerah Di Indonesia Menurut Ketersediaan Pangan Pada Tahun 2022 Menggunakan Metode K-Means
- Deskripsi Data
Data ini merupakan data sekunder, yang diperoleh dari Bps (Badan pusat statistik). Analisis data yang digunakan adalah analisis cluster dengan menggunakan metode K-Means. Data yang digunakan memiliki tiga variabel bebas yaitu Luas Panen (ha), Produktivitas (ha), Produksi (ton) dan Prevalansi ketidakcukupan Konsumsi Pangan (%).
Provinsi | LP | Produktivitas | Produksi | PKKP |
ACEH | 271750.2 | 55.55 | 1509456 | 10.98 |
SUMATERA UTARA | 411462.1 | 50.76 | 2088584 | 8.7 |
SUMATERA BARAT | 271883.1 | 50.52 | 1373532 | 7.31 |
RIAU | 51054.04 | 41.83 | 213557.2 | 15.12 |
JAMBI | 60539.59 | 45.88 | 277743.8 | 12.14 |
SUMATERA SELATAN | 513378.2 | 54.06 | 2775069 | 7.37 |
BENGKULU | 57151.84 | 49.27 | 281610.1 | 11.66 |
LAMPUNG | 518256.1 | 51.87 | 2688160 | 14.63 |
KEP. BANGKA BELITUNG | 15107.8 | 40.66 | 61425.07 | 15.19 |
KEP. RIAU | 179.48 | 28.24 | 506.91 | 11.3 |
DKI JAKARTA | 477.25 | 48.98 | 2337.77 | 3.42 |
JAWA BARAT | 1662404 | 56.75 | 9433723 | 6.75 |
JAWA TENGAH | 1688670 | 55.41 | 9356445 | 12.34 |
DI YOGYAKARTA | 110927.2 | 50.64 | 561699.5 | 13.48 |
JAWA TIMUR | 1693211 | 56.26 | 9526516 | 10.27 |
BANTEN | 337240.7 | 53.04 | 1788583 | 2.46 |
BALI | 112320.6 | 60.59 | 680601.6 | 7.72 |
NUSA TENGGARA BARAT | 270092.9 | 53.79 | 1452945 | 2.24 |
NUSA TENGGARA TIMUR | 183092 | 41.29 | 756049.9 | 13.74 |
KALIMANTAN BARAT | 241478.6 | 30.28 | 731225.8 | 19.22 |
KALIMANTAN TENGAH | 108226.8 | 31.78 | 343918.8 | 12.83 |
KALIMANTAN SELATAN | 214908.9 | 38.13 | 819419.2 | 4.47 |
KALIMANTAN TIMUR | 64970.01 | 36.85 | 239425.3 | 16.19 |
KALIMANTAN UTARA | 8604.19 | 35.49 | 30533.59 | 23.01 |
SULAWESI UTARA | 58195.56 | 41.88 | 243730.3 | 6.22 |
SULAWESI TENGAH | 168993.2 | 44.05 | 744408.7 | 11.92 |
SULAWESI SELATAN | 1038084 | 51.64 | 5360169 | 10.79 |
SULAWESI TENGGARA | 118258.8 | 40.5 | 478958 | 17.14 |
GORONTALO | 46823.47 | 51.29 | 240134.5 | 18.63 |
SULAWESI BARAT | 69323.95 | 50.99 | 353513.3 | 9.82 |
MALUKU | 23987.82 | 38.6 | 92601.06 | 31.68 |
MALUKU UTARA | 6416.45 | 38.16 | 24486.03 | 30.71 |
PAPUA BARAT | 5460.59 | 43.89 | 23963.92 | 29.38 |
PAPUA | 49741.91 | 38.99 | 193943.5 | 36.18 |
- Uji Asumsi (KMO)
Variabel | P-Value | Keterangan |
LP | 0.52 | |
Produktivitas | 0.56 | Terpenuhi |
Produksi | 0.52 | |
PKKP | 0.52 |
Berdasarkan hasil diatas nilai KMO lebih besar dari 0,5% yang artinya memenuhi asumsi representatif pada nilai MSA (Anti Image Correlation).
- Menentukan banyaknya nilai Koptimum menggunakan 3 kriteria statistik
- Metode ELBOW atau WSS
- Metode SILHOUETTE
- Metode GAP STATISTIC
Berdasarkan hasil output diatas pada metode WSS diperoleh cluster optimum sebanyak 4, pada metode SILHOUETTE diperoleh cluster optimum sebesar 2, dan pada metode GAP STATISTIC diperoleh cluster optimum sebanyak 7. Dengan banyak data 34 tidak mungkin dilakukan pengklusteran sebanyak 7 maka dipilih titik 4 sebagai cluster optimum karena merupakan titik tertinggi keempat, maka dapat disimpulkan dari ketiga metode yang dilakukan untuk menentukan cluster optimum dihasilkan sebanyak 4 cluster.
- Hasil Cluster
Gambar 7. Hasil Cluster Daerah Berdasarkan Ketersediaan Pangan Tahun 2022
Klaster/Kelompok | Jumlah | Kabupaten/Kota | Keterangan |
1 | 1 | Sulawesi Selatan | Tinggi |
2 | 3 | Jawa Barat | Sangat Tinggi |
Jawa tengah | |||
Jawa Timur | |||
3 | 23 | Riau | Rendah |
Jambi | |||
Bengkulu | |||
Kep. Bangka Belitung | |||
Kep. Riau | |||
DKI Jakarta | |||
DI Yogyakarta | |||
Bali | |||
Nusa Tenggara Timur | |||
Kalimantan Barat | |||
Kalimantan Tengah | |||
Kalimantan Selatan | |||
Kalimantan Timur | |||
Kalimantan Utara | |||
Sulawesi Utara | |||
Sulawesi Tengah | |||
Sulawesi Tenggara | |||
Gorontalo | |||
Sulawesi Barat | |||
Maluku | |||
Maluku Utara | |||
Papua Barat | |||
Papua | |||
4 | 7 | Aceh | Sedang |
Sumatra Utara | |||
Sumatra Barat | |||
Sumatra Selatan | |||
Lampung | |||
Banten | |||
Nusa Tenggara Barat |
3. Masalah dan solusi jika terjadi krisis pangan
Masalah ketahanan pangan ini terus melemah dan belum bisa diatasi, tentunya akan memicu persoalan lama yang kemudian muncul kembali. Gejolak ekonomi, politik, dan sosial akan memicu tejadinya konflik (Mudrieq, 2013). Beberapa masalah yang timbul jika krisis pangan pada suata negara terjadi diantaranya adalah:
- Terjadinya krisis kehidupan
- Mental dan nutrisi yang dimiliki manusia akan lemah atau dibilang kurang sehat
- Kegagalan supplai untuk memenuhi demand yang meningkat tajam menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan dan struktural sistem pertanian dunia.
- Investasi dibidang pertanian sangat terbatas
- Daya beli masyarakat yang rendah akibat tingginya angka kemiskinan.
Salah satu kegiatan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya krisis pangan adalah dengan melakukan diversifikasi makanan dan tidak mengandalkan sepenuhnya pada jumlah pangan yang ada di pasaran (Swardana, 2020). Selain itu, pemerintah dan juga ikut serta melakukan upaya agar krisis pangan dapat ditangani. Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh masyarakat adalah dengan melakukan kegiatan optimalisasi pekarangan tidak mengandalkan sepenuhnya pada jumlah pangan yang ada di pasaran. Beberapa langkah yang harus dilakukan Pemerintah sebagai upaya dalam menangani krisis pangan yaitu dengan menempatkan koperasi-koperasi petani, usaha-usaha keluarga petani, dan usaha-usaha kecil dan menengah dalam mengurusi usaha produksi pertanian dan industri pertanian. Pemerintah Indonesia dengan segera membuat program khusus menyediakan pangan bagi rakyat miskin dan menertibkan database terkait pertanian dan petani yang selalu berpolemik oleh BPS, Kementrian perdagangan dan Kementrian Pertanian yang akibatnya mengeluarkan kebijakan merugikan petani secara umum.
4. Kesimpulan
Berdasarkan hasil riset diatas, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Indikator dalam mengukur krisis pangan ialah dari ketersedian pangan itu sendiri. Jika dilihat dari hasil ramalan luas panen padi mengalami kenaikan berturut-turut dalam sepuluh tahun kedepan. Sama halnya dengan padi, luas panen jagung juga mengalami kenaikan berturut-turut dalam sepuluh tahun kedepan. Namun berbeda halnya dengan kedelai yang secara berturut-turut mengalami penurunan berturut-turut dalam sepuluh tahun kedepan ini artinya harga pangan pada kedelai akan menjadi mahal.
2. Berdasarkan analisis cluster diperoleh sebanyak 4 cluster yang terbentuk berdasarkan empat pendekatan
- Cluster 1: rata-rata nilai LP, Produktivitas, Produksi, dan PKKP tinggi jika dibandingkan dengan cluster 3 dan 4 sehingga cluster 1 adalah kabupaten/kota yang memiliki ketersediaan pangan yang tinggi.
- Cluster 2: rata-rata nilai LP, Produktivitas, Produksi, dan PKKP sangat tinggi jika dibandingkan dengan cluster yang lain sehingga cluster 2 adalah kabupaten/kota yang memiliki ketersediaan pangan yang tergolong sangat tinggi.
- Cluster 3: rata-rata nilai LP, Produktivitas, Produksi, dan PKKP rendah jika dibandingkan dengan cluster lainnya sehingga cluster 3 adalah kabupaten/kota yang memiliki ketersediaan pangan yang rendah.
- Cluster 4: rata-rata nilai LP, Produktivitas, Produksi, dan PKKP tergolong sedang jika dibandingkan dengan cluster 3 tetapi masih di bawah cluster 1 dan 2 sehingga cluster 4 adalah kabupaten/kota yang memiliki ketersediaan pangan yang tergolong sedang.
3. Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh masyarakat adalah dengan melakukan kegiatan optimalisasi pekarangan. Tidak mengandalkan sepenuhnya pada jumlah pangan yang ada di pasaran.
4. Permasalahan pangan yang menjadi catatan bagi Pemerintah adalah menata data pangan yang belum selesai, manajemen produksi dan logistik pangan yang perlu diperbaiki dan memberikan solusi permasalahan kedelai yang terus menerus mengalami penurunan dari tahun ketahun.
Referensi
Dampak Buruk Jika Terjadi Krisis Pangan Di Suatu Negara. (2020, October 21). Pak Tani Digital. https://paktanidigital.com/artikel/dampak-buruk-jika-terjadi-krisis-pangan-di-suatu-negara/#.ZFaUpKBBy5d
FAO: Sebanyak 767 Juta Penduduk Dunia Mengalami Kelaparan pada 2021. (2022, August 12). Pusat Data Ekonomi dan Bisnis Indonesia | Databoks. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/08/12/fao-sebanyak-767-juta-penduduk-dunia-mengalami-kelaparan-pada-2021
Kompas.com. (2021). Perubahan Iklim, Harga Pangan Cetak Rekor Tertinggi 10 Tahun Terakhir. Diakses pada 28 April 2023. dari https://www.kompas.com/sains/read/2021/11/07/130100123/perubahan-iklim-harga-pangan-cetak-rekor-tertinggi-10-tahun-terakhir?page=all
Mudrieq, S.H. (2013) ‘PROBLEMATIKA KRISIS PANGAN DUNIA DAN DAMPAKNYA BAGI INDONESIA Sulfitri Hs Mudrieq’, Jurnal Academica, 06(02), pp. 1287–1302.
Nainggolan, K. (2006). Kemiskinan dan Pangan Melawan Kelaparan di Abad XXI. Kompas
Swardana, A. (2020) ‘Optimalisasi Lahan Pekarangan Sebagai Salah Satu Upaya Pencegahan Krisis Pangan di Masa Pandemi Covid-19’, Jagros : Jurnal Agroteknologi dan Sains (Journal of Agrotechnology Science), 4(2), p. 246. Available at: https://doi.org/10.52434/jagros.v4i2.922.
SPI, a. (2019, January 31). Kedaulatan Pangan, Solusi Ancaman Krisis Pangan. Serikat Petani Indonesia. https://spi.or.id/kedaulatan-pangan-solusi-ancaman-krisis-pangan/